“Biarkan seratus bunga berkembangdan seratus pikiran yang berbeda-beda bersaing.”
Kemanakah sebait puisi karya Mao Tse Thung itu?
“Biarkan seratus bunga berkembang
Kemanakah sebait puisi karya Mao Tse Thung itu?
“Biarkan seratus bunga berkembang
dan seratus pikiran yang berbeda-beda bersaing.”
Kemanakah sebait puisi karya Mao Tse Thung itu?
Ketika pada tahun 1958 sebanyak 700.000 orang kaum intelektual ditangkapi. Diperintah kerja paksa di pedesaan, pada industri baja di pedalaman. Saat Mao menerbitkan Konsep yang ia sebut "Lompatan Jauh ke Depan"?
Konsep gerakan "Big Jump" hasil copy paste dari Nikita Khruschef untuk mengejar ketertinggalan Soviet Uni dari pesaingnya: Barat.
Program yang membuat desa direorganisasi total. Mobilisasi massive terjadi dari tenaga agraris eksodus menuju tenaga Manufacture Baja. Di mana-mana terdapat perkumpulan desa (komune), yang nyatanya, secara ekonomi, juga secara perikemanusiaan, konsep Big Jump si Mao ini terbukti gagal.
Selain karena banyak komune yang tak sempat terurus. Alih-alih Komune ini membawa korban, kurang lebih 20 juta jiwa penduduk China tewas kelaparan secara sia-sia. Ketahanan pangan runtuh.
Lalu Mao pun mundur dari jabatan Presiden, digantikan oleh Liu Shaoqi, yang dengan sigap menetralisir gerakan Lompatan Kodok Mao.
Setelah sekian waktu Teori Big Jump nya berangsur kikis, dipreteli oleh Liu Shaoqi. Pemimpin Besar Mao pun kesal. Jerih payah Revolusionernya di gerus.
Lalu yang terjadi adalah, dengan lantang Mao berteriak: Revolusi Kebudayaan!
Hasilnya: dalam tempo 3 tahun saja 500.000 jiwa rakyat China tewas selama Revolusi berlangsung.
Sebuah harga yang kelewat mahal untuk sekedar menebus kekesalan Mao.
Pemimpin PKC ini kesal karena ia hanya sebagai Ketua Partai saja, tak banyak bisa berbuat, selamatkan programnya. Pengaruhnya meluntur oleh jalan yang ditempuh Liu dan kamerad-kameradnya. Konsep Big Jump Mao yang terbukti gagal dan hanya meninggalkan tragedi kemanusiaan dan kekacauan ekonomi nasional ini diganti oleh Liu Shaoqi dengan Sistem Pembangunan Lima Tahun.
Liu, dengan kekuasaan di tangan, gencar mempropagandakan kebebasan penerapan sistem kredit bunga. Jual-beli tanah dan penyelenggaraan perusahaan individu, yang otomatis, konsekwensinya adalah, ada kaum buruh yang dipekerjakan di sana - sebuah hubungan produksi yang diharamkan oleh Komunisme, juga Mao
Tentu Mao gusar tak kepalang, Industri primitif warisan Big Jump nya mulai ditinggalkan. Terbengkelai. Industri versi Liu menggantikannya. Intensifikasi material digeber diarahkan untuk meningkatkan sektor usaha produktif pendududuk. Aktor profesional, teknisi dan cerdik cendekia diberi angin, demi peran gagasan-gagasan rasional pada Pelita. SDM ini dikerahan dan diberikan kedudukan di tengah masyarakat. Propinsi diberi kewenangan dengan porsi besar. Desentralisasi administrasi perekonomian menjalar ke daerah. Peran swasta kecil diperbolehkan demi pertumbuhan ekonomi. Kebebasan pelaksanaan sistem pertanian sekala kecil, olah tanah milik individu, dan perdagangan pasar terbuka bersekup kecil, diijinkan. Pemberian peluang pada perusahaan-perusahaan mikro berbasis rumah tangga disilahkan jalan. Semuanya beroleh kesempatan.
Di sinilah Liu, juga orang-orang nya di Birokrasi dianggap berdosa besar terhadap konsepsi Mao.
Bagi Mao, Liu Shaoqi telah memperselingkuhkan antara aliran liberalisme ke dalam perencanaan pembangunan sistem ekonomi sosialis Cina.
Praktis, loyalis Mao, banyak yang terpinggirkan. Mesin politik Mao yang paling ekstrim -Organisasi Komune Rakyat pun dieliminasi taring-taringnya, sehingga ia hanyalah menjadi organisasi lemah yang sekedar mampu bertahan hidup saja.
Mao, tidak berkenan jika Liu menjadikan sektor pertanian sebagai basis untuk menggerakan program industrialisasi, dan sektor industri hanya sebagai jongos untuk membantu pembangunan sektor pertanian. Ini sama halnya dengan pembelokan atas konsepsi Big Jump nya sang Mao. Sang Pemimpin Besar.
"Liu, telah berkianat."
Lantas tahun 1966, Mao sudah tidak tahan lagi.
Buru-buru, Pengawal Merah pun dibentuk.
Sebuah kesatuan barisan paramiliter yang sebagian besar anggota adalah mahasiswa pendukung Mao dan ajaran-ajaranya. Milisi ini dideking oleh Zhang Chung Qiao, Jiang Qing, Yao Wen Yuan dan Wang Hu Wen, si Empat Serangkai yang dikenal paling bengis, terkejam di antara para pendukung Mao.
Maka di bulan Juni tahun yang sama, Mao dengan corong PKC berseru ”wahai para mahasiswa dan pelajar! mobilisir massa rakyat! Bergeraklah! berantaslah kesenian dan kebudayaan borjuis! Pertahankan kepemimpinan diktatur proletar! basmi kepemimpinan borjuis itu!”
Sejak seruan itu, mahasiswa turun ke jalan, mengikat talikan pita pada lengan bertuliskan: Pengawal Merah!
Kemudian, sejarah dengan berat hati menulis: mereka, anggota-anggota Pengawal Merah telah menerapkan revolusi kebudayaan dengan cara-cara brutal, vandalisme, perusakan gedung pemerintahan, sarana prasarana publik, juga teror dan pencidukan atas para musuh politik Mao tse Tung. Tokoh-tokoh yang dinilai sebagai anasir anti partai, anti rakyat, diambil. Cendekiawan, seniman dan tenaga-tenaga profesional, menjadi korban aksi kekerasan. Presiden Cina, Liu shaoqi diperlakukan dengan teramat buruk lalu tewas mengenaskan, Sekjen PKC, Deng Xiao ping dibuang ke kamp Jiangxi sebagai pekerja paksa, Menteri Hankam Cina, Peng Dehuai, disiksa berat hingga tewas dengan kondisi lumpuh. Tak luput pula banyak karya seni dan pertunjukkan theater yang dibumi hanguskan.
Mereka menjadi korban dari Revolusi Kebudayaan.
Sebuah Revolusi yang digelorakan dengan tujuan pemurnian dogma sang Mao. Sesungguhnyalah Revolusi ini merupakan bencana perjuangan kelas yang ada pada suprastruktur. Ini hanyalah kedok, kamuflase bagi gerakan pragmatis Mao untuk menghabisi rival-rival politiknya, para pimpinan nasional yang tidak sehaluan dalam pembangunan sosialis dengan arah sesuai konsepsi pemikirannya.
Ironi paradoksal, Judulnya Revolusi Kebudayaan tetapi isi di dalamnya praktik barbarian dan pemberangusan sesama anak bangsa. Saling membunuh dan meniadakan satu sama lain.
Dari selembar sejarah buram ini, akhirnya kita pun paham, di endingnya, bahwa kemenangan memang berpihak pada Pengawal Merah juga sang Mao, tetapi tahukah kita? bahwa hakekat yang terjadi adalah kekalahan justeru ada pada 'kemanusiaan' itu sendiri, yang berarti kekalahan seluruh anak bangsa China, tak terkecuali sang Mao dan para mahasiswa bengis itu. Apalagi pada akhirnya, Mao, toh terpaksa menghadap-hadapkan Pengawal Merah yang tidak bisa lagi terkendali untuk dilawankan dengan Tentara Rakyat. Darah pun mengalir semakin tak terelakkan lagi.
Untuk apa semua kengerian itu?
Padahal, dari sudut lain, dunia melihat: bahwa di bawah bayangan konsep sang Mao ini, China pernah hampir saja bangkrut.
Beruntung lah si Naga tidak selalu memilih jalan yang tunggal: Jalan sang Mao. Karena, Zaman masih mau peduli menunjukkan arah padanya, bahwa ternyata, ada dualisme jalan tersedia di belantara tirai bambu yang letih oleh pergolakan berbau anyir ini.
Sebuah era biadab, namun layak dijadikan pelajaran bagi manusia.
Sekarang, Hari ini, kita sebagai anak bangsa Indonesia, layak untuk bertanya ulang pada 'Jalan Baru': Revolusi Mental. Apa kabarmu? Mau ke jalan mana kalian menuntun kami?!!!
Kemanakah sebait puisi karya Mao Tse Thung itu?
Ketika pada tahun 1958 sebanyak 700.000 orang kaum intelektual ditangkapi. Diperintah kerja paksa di pedesaan, pada industri baja di pedalaman. Saat Mao menerbitkan Konsep yang ia sebut "Lompatan Jauh ke Depan"?
Konsep gerakan "Big Jump" hasil copy paste dari Nikita Khruschef untuk mengejar ketertinggalan Soviet Uni dari pesaingnya: Barat.
Program yang membuat desa direorganisasi total. Mobilisasi massive terjadi dari tenaga agraris eksodus menuju tenaga Manufacture Baja. Di mana-mana terdapat perkumpulan desa (komune), yang nyatanya, secara ekonomi, juga secara perikemanusiaan, konsep Big Jump si Mao ini terbukti gagal.
Selain karena banyak komune yang tak sempat terurus. Alih-alih Komune ini membawa korban, kurang lebih 20 juta jiwa penduduk China tewas kelaparan secara sia-sia. Ketahanan pangan runtuh.
Lalu Mao pun mundur dari jabatan Presiden, digantikan oleh Liu Shaoqi, yang dengan sigap menetralisir gerakan Lompatan Kodok Mao.
Setelah sekian waktu Teori Big Jump nya berangsur kikis, dipreteli oleh Liu Shaoqi. Pemimpin Besar Mao pun kesal. Jerih payah Revolusionernya di gerus.
Lalu yang terjadi adalah, dengan lantang Mao berteriak: Revolusi Kebudayaan!
Hasilnya: dalam tempo 3 tahun saja 500.000 jiwa rakyat China tewas selama Revolusi berlangsung.
Sebuah harga yang kelewat mahal untuk sekedar menebus kekesalan Mao.
Pemimpin PKC ini kesal karena ia hanya sebagai Ketua Partai saja, tak banyak bisa berbuat, selamatkan programnya. Pengaruhnya meluntur oleh jalan yang ditempuh Liu dan kamerad-kameradnya. Konsep Big Jump Mao yang terbukti gagal dan hanya meninggalkan tragedi kemanusiaan dan kekacauan ekonomi nasional ini diganti oleh Liu Shaoqi dengan Sistem Pembangunan Lima Tahun.
Liu, dengan kekuasaan di tangan, gencar mempropagandakan kebebasan penerapan sistem kredit bunga. Jual-beli tanah dan penyelenggaraan perusahaan individu, yang otomatis, konsekwensinya adalah, ada kaum buruh yang dipekerjakan di sana - sebuah hubungan produksi yang diharamkan oleh Komunisme, juga Mao
Tentu Mao gusar tak kepalang, Industri primitif warisan Big Jump nya mulai ditinggalkan. Terbengkelai. Industri versi Liu menggantikannya. Intensifikasi material digeber diarahkan untuk meningkatkan sektor usaha produktif pendududuk. Aktor profesional, teknisi dan cerdik cendekia diberi angin, demi peran gagasan-gagasan rasional pada Pelita. SDM ini dikerahan dan diberikan kedudukan di tengah masyarakat. Propinsi diberi kewenangan dengan porsi besar. Desentralisasi administrasi perekonomian menjalar ke daerah. Peran swasta kecil diperbolehkan demi pertumbuhan ekonomi. Kebebasan pelaksanaan sistem pertanian sekala kecil, olah tanah milik individu, dan perdagangan pasar terbuka bersekup kecil, diijinkan. Pemberian peluang pada perusahaan-perusahaan mikro berbasis rumah tangga disilahkan jalan. Semuanya beroleh kesempatan.
Di sinilah Liu, juga orang-orang nya di Birokrasi dianggap berdosa besar terhadap konsepsi Mao.
Bagi Mao, Liu Shaoqi telah memperselingkuhkan antara aliran liberalisme ke dalam perencanaan pembangunan sistem ekonomi sosialis Cina.
Praktis, loyalis Mao, banyak yang terpinggirkan. Mesin politik Mao yang paling ekstrim -Organisasi Komune Rakyat pun dieliminasi taring-taringnya, sehingga ia hanyalah menjadi organisasi lemah yang sekedar mampu bertahan hidup saja.
Mao, tidak berkenan jika Liu menjadikan sektor pertanian sebagai basis untuk menggerakan program industrialisasi, dan sektor industri hanya sebagai jongos untuk membantu pembangunan sektor pertanian. Ini sama halnya dengan pembelokan atas konsepsi Big Jump nya sang Mao. Sang Pemimpin Besar.
"Liu, telah berkianat."
Lantas tahun 1966, Mao sudah tidak tahan lagi.
Buru-buru, Pengawal Merah pun dibentuk.
Sebuah kesatuan barisan paramiliter yang sebagian besar anggota adalah mahasiswa pendukung Mao dan ajaran-ajaranya. Milisi ini dideking oleh Zhang Chung Qiao, Jiang Qing, Yao Wen Yuan dan Wang Hu Wen, si Empat Serangkai yang dikenal paling bengis, terkejam di antara para pendukung Mao.
Maka di bulan Juni tahun yang sama, Mao dengan corong PKC berseru ”wahai para mahasiswa dan pelajar! mobilisir massa rakyat! Bergeraklah! berantaslah kesenian dan kebudayaan borjuis! Pertahankan kepemimpinan diktatur proletar! basmi kepemimpinan borjuis itu!”
Sejak seruan itu, mahasiswa turun ke jalan, mengikat talikan pita pada lengan bertuliskan: Pengawal Merah!
Kemudian, sejarah dengan berat hati menulis: mereka, anggota-anggota Pengawal Merah telah menerapkan revolusi kebudayaan dengan cara-cara brutal, vandalisme, perusakan gedung pemerintahan, sarana prasarana publik, juga teror dan pencidukan atas para musuh politik Mao tse Tung. Tokoh-tokoh yang dinilai sebagai anasir anti partai, anti rakyat, diambil. Cendekiawan, seniman dan tenaga-tenaga profesional, menjadi korban aksi kekerasan. Presiden Cina, Liu shaoqi diperlakukan dengan teramat buruk lalu tewas mengenaskan, Sekjen PKC, Deng Xiao ping dibuang ke kamp Jiangxi sebagai pekerja paksa, Menteri Hankam Cina, Peng Dehuai, disiksa berat hingga tewas dengan kondisi lumpuh. Tak luput pula banyak karya seni dan pertunjukkan theater yang dibumi hanguskan.
Mereka menjadi korban dari Revolusi Kebudayaan.
Sebuah Revolusi yang digelorakan dengan tujuan pemurnian dogma sang Mao. Sesungguhnyalah Revolusi ini merupakan bencana perjuangan kelas yang ada pada suprastruktur. Ini hanyalah kedok, kamuflase bagi gerakan pragmatis Mao untuk menghabisi rival-rival politiknya, para pimpinan nasional yang tidak sehaluan dalam pembangunan sosialis dengan arah sesuai konsepsi pemikirannya.
Ironi paradoksal, Judulnya Revolusi Kebudayaan tetapi isi di dalamnya praktik barbarian dan pemberangusan sesama anak bangsa. Saling membunuh dan meniadakan satu sama lain.
Dari selembar sejarah buram ini, akhirnya kita pun paham, di endingnya, bahwa kemenangan memang berpihak pada Pengawal Merah juga sang Mao, tetapi tahukah kita? bahwa hakekat yang terjadi adalah kekalahan justeru ada pada 'kemanusiaan' itu sendiri, yang berarti kekalahan seluruh anak bangsa China, tak terkecuali sang Mao dan para mahasiswa bengis itu. Apalagi pada akhirnya, Mao, toh terpaksa menghadap-hadapkan Pengawal Merah yang tidak bisa lagi terkendali untuk dilawankan dengan Tentara Rakyat. Darah pun mengalir semakin tak terelakkan lagi.
Untuk apa semua kengerian itu?
Padahal, dari sudut lain, dunia melihat: bahwa di bawah bayangan konsep sang Mao ini, China pernah hampir saja bangkrut.
Beruntung lah si Naga tidak selalu memilih jalan yang tunggal: Jalan sang Mao. Karena, Zaman masih mau peduli menunjukkan arah padanya, bahwa ternyata, ada dualisme jalan tersedia di belantara tirai bambu yang letih oleh pergolakan berbau anyir ini.
Sebuah era biadab, namun layak dijadikan pelajaran bagi manusia.
Sekarang, Hari ini, kita sebagai anak bangsa Indonesia, layak untuk bertanya ulang pada 'Jalan Baru': Revolusi Mental. Apa kabarmu? Mau ke jalan mana kalian menuntun kami?!!!

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
For yout correction, write your comment in here. Thank you.
(Tulislah komentar anda di sini untuk perbaikan. Terima kasih)