Pendidikan merupakan suatu proses yang sangat kompleks
dan berjangka panjang, di mana berbagai aspek yang tercakup dalam proses saling
erat berkaitan satu sama lain dan bermuara pada terwujudnya manusia yang
memiliki nilai hidup, pengetahuan hidup dan keterampilan hidup. Prosesnya
bersifat kompleks dikarenakan interaksi di antara berbagai aspek tersebut,
seperti guru, bahan ajar, fasilitas, kondisi siswa, kondisi lingkungan, metode
mengajar yang digunakan, tidak selamanya memiliki sifat dan bentuk yang
konsisten yang dapat dikendalikan. Hal ini mengakibatkan penjelasan terhadap
fenomena pendidikan bisa berbeda-beda baik karena waktu, tempat maupun subjek
yang terlibat dalam proses. Dalam proses pendidikan tersebut diatas, kurikulum
menempati posisi yang menentukan. lbarat tubuh, kurikulum merupakan jantungnya
pendidikan. Kurikulum merupakan seperangkat rancangan nilai, pengetahuan, dan
keterampilan yang harus ditransfer kepada peserta didik dan bagaimana proses
transfer tersebut harus dilaksanakan.
Disebut
berdimensi jangka panjang karena proses-pendidikan adalah mempersiapkan manusia
untuk dapat hidup layak di masa depan, suatu masa yang tidak mesti sama bahkan
cenderung berbeda dengan masa kini. Berkaitan dengan kurikulum, dimensi jangka
panjang ini memberikan pemahaman bahwa suatu kurikulum harus merupakan jembatan
bagi peserta didik untuk dapat mengantarkan dari kehidupan masa kini ke
kehidupan masa depan. Peserta didik yang
berada di bangku sekolah dewasa ini dipersiapkan untuk dapat hidup
secara layak dan bermanfaat baik bagi diri, keluarga dan masyarakatnya pada
abad XXI. Oleh karena itu, muncul pertanyaan bagaimana sosok kurikulum
pendidikan untuk abad XXI ?
Pendidikan merupakan suatu proses yang sangat kompleks
dan berjangka panjang, di mana berbagai aspek yang tercakup dalam proses saling
erat berkaitan satu sama lain dan bermuara pada terwujudnya manusia yang
memiliki nilai hidup, pengetahuan hidup dan keterampilan hidup. Prosesnya
bersifat kompleks dikarenakan interaksi di antara berbagai aspek tersebut,
seperti guru, bahan ajar, fasilitas, kondisi siswa, kondisi lingkungan, metode
mengajar yang digunakan, tidak selamanya memiliki sifat dan bentuk yang
konsisten yang dapat dikendalikan. Hal ini mengakibatkan penjelasan terhadap
fenomena pendidikan bisa berbeda-beda baik karena waktu, tempat maupun subjek
yang terlibat dalam proses. Dalam proses pendidikan tersebut diatas, kurikulum
menempati posisi yang menentukan. lbarat tubuh, kurikulum merupakan jantungnya
pendidikan. Kurikulum merupakan seperangkat rancangan nilai, pengetahuan, dan
keterampilan yang harus ditransfer kepada peserta didik dan bagaimana proses
transfer tersebut harus dilaksanakan.
Disebut
berdimensi jangka panjang karena proses-pendidikan adalah mempersiapkan manusia
untuk dapat hidup layak di masa depan, suatu masa yang tidak mesti sama bahkan
cenderung berbeda dengan masa kini. Berkaitan dengan kurikulum, dimensi jangka
panjang ini memberikan pemahaman bahwa suatu kurikulum harus merupakan jembatan
bagi peserta didik untuk dapat mengantarkan dari kehidupan masa kini ke
kehidupan masa depan. Peserta didik yang
berada di bangku sekolah dewasa ini dipersiapkan untuk dapat hidup
secara layak dan bermanfaat baik bagi diri, keluarga dan masyarakatnya pada
abad XXI. Oleh karena itu, muncul pertanyaan bagaimana sosok kurikulum
pendidikan untuk abad XXI ?
Brain researchs
Suatu
kurikulum pendidikan ditentukan oleh dua faktor dasar, yakni, faktor internal
yang berupa pemahaman atas bagaimana sistem kerja otak, dan, faktor eksternal
yang berupa kualifikasi dan kemampuan yang dibutuhkan oleh dunia kerja. Pemahaman terhadap proses pendidikan dewasa
ini didasarkan pada asumsi bahwa intelegensi merupakan ciri bawaan (heredity)
yang bersifat statis. Asumsi ini didukung oleh hasil brain research kala
itu sebagaimana dilaporkan oleh Eral Hunt (1995) yang antara lain menunjukkan
bahwa: a) sistem kerja otak statis, b) penyebaran intelegensi sebagai kurva
normal berbentuk be// shape, c) terdapat kemungkinan untuk
menentukan secara spesifik berapa besar intelegensi yang diperlukan untuk
mempelajari konsep dan skill tertentu di sekolah dan menguasai
fungsi-fungsi vokasional yang diperlukan dalam kehidupan, d) tes standarisasi
dapat dipergunakan untuk mengukur intelegensi seseorang dan memprediksi
kemampuan yang akan dapat dicapai, dan, e) intelegensi terdiri dari kemampuan numeric
dan fingual.
Implikasi
dari hasil brain research ini adalah bahwa seseorang dalam belajar bersifat
pasif, hanya mampu mempelajari sesuatu informasi secara bertahap poin demi
poin, dalam praktek pendidikan siswa dijadikan objek yang bersifat pasif dalam
menerima transmisi pengetahuan dari sumbernya, dan pemahaman komprehensif
adalah strukturisasi pengetahuan dan terjadi lewat hapalan dari
serpihan-serpihan informasi, serta proses pemahaman harus dikendalikan dari
luar berupa sederetan aktivitas yang dilakukan oleh pengajar. Pendidikan
merupakan proses penyampaian informasi tersebut dan menariknya kembali lewat
tes-tes yang difokuskan pada komponen intelegensi yang statis dan penguasaan
pengetahuan. Operasionalisasi dari ide ini adalah munculnya beberapa konsep
dalam kurikulum, seperti a) pokok bahasan, b) sub-pokok bahasan, c) mata
pelajaran requirement, d) mata pelajaran pokok, e) mata pelajaran
pendukung, f) pengayaan, g) remedial, dan lain-lainnya.
Penelitian
mutakhir sistem kerja otak sebagaimana diuraikan oleh Caineand Caine (1991)
dalam bukunya Making connection: Teaching and human
brain, menunjukkan bukti yang berbeda. Intelegensi ternyata bersifat
dinamis dan dapat berkembang. Lebih daripada itu, intelegensi tidak hanya
berkaitan dengan aspek cognitive semata, tetapi berkaitan pula dengan
emosi, sehingga disebut dengan Emotion Intellegence yang
disingkat EQ (sebagai pelengkap IQ). Bukti-bukti menunjukan bahwa dalam
keberhasilan pendidikan seseorang peranan IQ hanya sekitar 20 %. Sisanya 80 %
sebagian besar ditentukan oleh EQ dan faktor kedewasaan sosial. EQ adalah
kemampuan seseorang untuk mengendalikan aspek-aspek psikologis dalam diri
sendiri yang mencakup a) amarah, b) kesedihan, c) rasa takut, d) kenikmatan, e)
cin+a, f) terkejut, g) jengkel, dan, h) malu. Kemampuan mengendalikan aspek
psikologis diperlukan agar EQ ini bisa bekerja secara harmonis dengan IQ.
Singkat kata, kalau EQ baik otak akan dapat bekerja dengan baik pula.
Emosi
akan memberikan respon terhadap stimulus yang diterima secara sangat cepat,
begitu cepatnya sehingga otak belum sempat bereaksi. Ketidakmampuan
mengendalikan aspek-aspek psikologis tersebut (atau EQ di atas) menyebabkan
perilaku seseorang tidak didasarkan oleh otak tetapi oleh emosi. Oleh karenanya,
kemampuan mengendalikan aspek psikologis atau EQ ini perlu dilatih dan
dikembangkan untuk menghasilkan respon-respon yang baik dan tepat.
Hasil-hasil
penelitian sistem kerja otak mutakhir tersebut juga menunjukkan bahwa:
1.
Pemahaman adalah merupakan hasil interaksi
siswa dengan informasi dalam situasi spesifik.
2.
Keahlian memerlukan pengalaman yang banyak
dan analitik.
3.
Ingatan dan penggunaan apa yang diingat
tersebut membutuhkan proses informasi yang mendalam yang ditentukan oleh
kebermaknaan informasi tersebut.
4.
Intelegensi tidak hanya memiliki aspek
cognitive (berwajah cognitive atau didominasi oleh aspek cognitive)
tetapi memiliki multi aspek (banyak
wajah). Howard Gardner, ahli psikologi Cognitive dari Harvard University, telah
mengembangkan teori multiple abilities, talents, and skills.
Teori lama yang hanya menekankan pendidikan pada dua kemampuan: verbal-linguistics
dan logical-mathematical, sudah ketinggalan zaman. Terdapat berbagai
kemampuan atau bakat yang dapat memperkaya dan memajukan kehidupan dalam
merespon lingkungan secara efektif. Berbagai kemampuan tersebut antara lain:
a. Kapasitas untuk memahami ruang dan bidang yang dapat
dipergunakan untuk memahami berbagai keberadaan geografis, navigasi atau untuk
mengembangkan persepsi seseorang. Dalam tingkat yang sederhana, adalah
kemampuan untuk memahami berbagai bentuk-bentuk yang berkaitan.
b. Bodily-kinesthetic ability
untuk mengontrol gerakan dan perilaku tubuh seseorang dan menangani objek
secara profesional.
c. Musical-rhytmatical ability untuk
menghasilkan atau mengapresiasi
ritme, nada dan berbgai bentuk ekspresi musik.
d. Interpersonal capacity
untuk menanggapi secara tepat temperamen, moods, motivasi keinginan fihak lain.
e. Intrapersonal knowledge
dari perasaannya, kekuatan, kelemahan, keinginan serta kemampuan diri sendiri
untuk mengambil kesimpulan sebagai petunjuk perilakunya sendiri.
f. Logical-mathematical ability untuk
menjabarkan sesuatu secara logis
atau pola pengelompokan numerik, dan menangani hubungan panjang yang saling
berkaitan.
g. Verbal-Linguistics sensitivity
atas suara, irama, makna kata dan sensitif terhadap berbagai fungsi bahasa.
Brain
research memastikan bahwa pengalaman konkret, kompleks dan beraneka warna
sangat esensial bagi proses belajar mengajar. Siswa perlu memahami secara baik
pola-pola yang lebih besar sebab bagian-bagian senantiasa tertempel pada
keutuhan, fakta senantiasa berada pada konteks yang beraneka warna, dan satu
subjek pasti terkait dengan banyak isu dan subjek lain. Apa yang harus dikuasai
oleh siswa adalah pemahaman yang bermakna. Otak diciptakan sebagai suatu pola
detektor yang bekerja secara dinamis, dan memahami suatu subjek sebagai hasil
dari pemahaman hubungan dari berbagai faktor.
Hal
di atas tidak berarti bahwa teori dan sesuatu yang abstrak tidak perlu
dipelajari, melainkan sebaliknya, dalam dunia yang berubah dengan cepat,
semakin banyak teori, konsep, dan pemahaman dimiliki oleh seseorang, semakin
besar kemampuan orang tersebut untuk mentransfer dan menjual skill yang
dimiliki.
Pergeseran Struktur Tenaga Kerja
Bagaimana dampak pergeseran struktur tenaga kerja
terhadap pendidikan? Dunia kerja tetap saja harus menyediakan jutaan dollar
untuk pelatihan, terutama untuk pelatihan dalam rangka meningkatkan high-level-cognitive
dan technical skill yang diperlukan pada era industri informasi
ini. Apa maknanya bagi dunia pendidikan? Dunia pendidikan harus berani
mengevaluasi untuk menentukan seberapa besar materi yang ada sekarang ini yang
perlu diberikan kepada peserta didik. Sekolah perlu mengurangi materi yang
sekarang ini dan menambah materi-materi baru yang diperlukan oleh dunia
industri di masa mendatang. Oleh karena itu, membangun jembatan antara sekolah
dan dunia kerja harus merupakan program dari sekolah.
Pada
abad XX dunia kerja ditandai dengan produksi massal dan terstandarisasi untuk
menurunkan ongkos produksi. Proses produksi semacam ini bersifat mekanistis
yang memerlukan tenaga kerja khusus namun kontrol tenaga kerja terbatas, sistem
quality control jelas, dan proses produksi harus dijauhkan dari
kemalasan tenaga kerja. Namun proses produksi pada abad XXI berubah. Pasar
dewasa ini bersifat fleksibel, harus dapat segera menanggapi perubahan, dan
kerjasama .dalam menyusun ongkos merupakan kunci utama untuk dapat menang dalam
persaingan. Oleh karena itu, organisasi dunia industri memerlukan a) integrasi
dari semua bagian dari proses produksi seperti bagian perencanaan, mesin,
pemasaran, proses produksi, dll., b) herarkis struktur organisasi yang
mendatar, c) desentralisasi tanggung jawab, dan, d) lebih banyak melibatkan
karyawan dalam pengambilan keputusan di segala jenjang. Sistem ini akan lebih
responsif terhadap tuntutan dan kebutuhan perubahan, fleksibel, dan lebih
memungkinkan untuk melaksanakan pembaharuan yang berlangsung secara terus
menerus. Narnun, sistem ini memerlukan tenga kerja yang memiliki skiil
yang berbeda-beda dan skiil yang lebih tinggi serta lebih terdidik.
Persoalan yang muncul adalah: 1) Berapa besar konsekuensi dari perubahan
tersebut? 2) Seberapa besar
cakupan perubahan pada berbagai perusahaan pada dunia industri. 3) Sebarapa
jauh perubahan tersebut akan terjadi secara permanen?
Pada
masa awal perubahan, tetap saja lebih banyak pekerjaan yang memerlukan tenaga
kerja dengan skill yang rendah, seperti dalam usaha rumah makan, warung
kebutuhan sehari-hari dan kerja administrasi kantor, dan tipe pekerjaan
tersebut akan merupakan pilihan utama bagi pencari kerja untuk pertama kali.
Namun dalam perkembangannya tahap demi tahap dunia kerja harus direstrukturisasi
sehingga merupakan pekerjaan yang memerlukan kemampuan pekerja yang lebih
tinggi. Pendidikan tidak hanya mempersiapkan peserta didik untuk mampu bekerja
pada satu jenis bidang yang relevan. Melainkan, pendidikan harus dapat
mempersiapkan peserta didik untuk mampu memasuki berbagai bidang kerja. Sekolah
Menengah Umum, di samping harus mampu mempersiapkan lulusan untuk memasuki
dunia pendidikan tinggi, harus pula mampu mempersiapkan lulusan untuk siap
memasuki pelatihan dari dunia kerja untuk memasuki berbagai bidang.
Namun, dibalik itu
kita harus mencatat temuan hasil suatu penelitian. Dalam research cognitive,
antropologi dan otak, sebagaimana dilaporkan oleh Raizen (1989) dalam Reforming
education at work: A Cognitive science
perspective, menunjukkan bahwa seseorang belajar secara berbeda lewat
pengalaman dalam kehidupan dibandingkan pengalaman dari sekolah formal. Namun,
meski hasil-hasil penelitian tersebut meyakinkan, apa yang terdapat dalam
proses pendidikan formal tetap saja tidak pernah memperhitungkan atau
mengabaikan pengalaman yang terjadi di luar sekolah. Hasilnya terdapat kesenjangan antara pengalaman di sekolah dan
apa yang ada di masyarakat, antara lain sebagai berikut:
1.
Sekolah menekankan
pada individual performance, sebaliknya apa yang terjadi
di luar sekolah senantiasa menekankan socially shared performance.
2.
Sekolah menekankan
pada pemikiran yang tidak memerlukan alat bantu, sebaliknya dunia kerja
senantiasa memerlukan alat bantu.
3.
Sekolah senantiasa
menekankan pada simbol-simbol yang terpisah dari objek, sebaliknya kehidupan
dunia kerja menekankan pada upaya riil dalam menangani objek.
4.
Sekolah bertujuan
untuk menyerap pengetahuan dan skill secara urnum, sebaliknya dunia
kerja memfokuskan pada pengetahuan dan skill yang relevan dengan situasi tertentu.
Implikasi Pendidikan Jangka Panjang
Hasil
Brain research dan pergeseran struktur tenaga kerja tersebut di atas
mengajarkan pada kita hal-hal sebagai berikut:
Pertama,
pada diri siswa perlu dikembangkan kemampuan dasar, meliputi: a) basic skills,
b) thinking skill, dan, c) personal skill. Basic
skill antara lain membaca dan menginterpretasikan informasi, menulis dan
mengembangkan informasi, matematik dan berhitung, mendengarkan, dan berbicara. Thinking
skill terdiri dari: kreativitas, pengambilan keputusan, problem solving,
visualizing, knowing hot to learn, dan, reasoning.
Personal skill meliputi: kemampuan mengendalikan diri, tanggung
jawab, self-esteem, sociability, self-management, dan
integritas-kejujuran.
Kedua,
kemampuan mengembangkan di tempat kerja, mencakup: a) kemampun untuk
mengidentifikasi, mengorganisasi, merencanakan dan mengalokasi sumber-sumber,
b) bekerjasama dengan orang lain (interpersonal skill), c)
menguasai dan memanfaatkan informasi, d) memahami hubungan sosial, organisasi,
dan teknologi yang kompleks (sistem) dan dapat bekerja sesuai dengan sistem
serta menyempurnakan sistem yang ada, dan, e) bekerja dengan berbagai
teknologi, termasuk pemilihan, aplikasi, perawatan dan memecahkan problem.
Ketiga,
sistem pengelolaan penyampaian bahan pelajaran bercirikan sebagai berikut: a)
penyajian materi bersifat tematik yang merupakan kombinasi beberapa pokok
bahasan yang bersifat lintas bidang, b) pengajar merupakan team teaching
bukan lagi individual, c) model cooperatiye learning sebagai pengganti individual
learning, dan, d) outcome aspek afektif lebih jelas.
Lebih
khusus, hasil-hasil penelitian sistem kerja otak dan pergeseran struktur tenaga
kerja dalam jangka panjang memiliki implikasi terhadap proses belajar mengajar,
sebagai berikut :
Perbedaan Proses Pembelajaran Model Lama
Dan Model Baru
No
|
Aspek
|
Pemahaman Sistem
Kerja Otak dan Struktur Kerja Lama
|
Pemahaman Sistem
Kerja Otak dan Struktur Kerja Baru
|
1.
|
Penyajian Materi
|
Tersusun dalam pokok bahasan dan sub pokok bahasan
|
Tersusun dalam problem, tema dan terintegrasi
|
2.
|
Outcome |
Aspek kognitif sangat menonjol, aspek afektif lemah
|
|
3.
|
Guru
|
Individual
|
Team Teaching |
4.
|
Prosedur
|
Relatif rigid
|
Relatif fleksibel
|
5.
|
Sasaran
|
Pemahaman konsep
|
Pemahaman konsep,
hubungan dan keterkaitan
|
6.
|
Pinsip-model Learning
|
Individual learning |
Cooperative learning |
7.
|
Sasaran evaluasi
|
Individu
|
Individu dan kelompok
|
8.
|
Pola belajar
|
Potongan demi
potongan menjadi gambar
|
Kerangka untuk ditempel gambar
|
Implikasi Dalam Pendidikan Jangka Pendek
Berbagi kebijakan dan inovasi pendidikan dewasa ini,
sadar atau tidak, lebih banyak ditujukan sebagai konsumsi para siswa yang
memiliki IQ relatif tinggi. Sebut saja sebagai contoh pembaharuan kurikulum dan
diperkenalkannya matematika modern lebih menguntung kan mereka para siswa yang
memiliki otak relatif encer. Ditambah lagi dengan sistem pengajaran yang
bersifat klasikal tanpa membedakan perbedaan individu menyebabkan anak yang
berotak encer akan semakin pandai, sebaliknya anak yang berotak relatif bebal
akan tetap ketinggalan. Sedangkan, fakta menunjukkan siswa yang memiliki otak
relatif encer paling tinggi hanya sekitar 10%. Dengan kata lain, kebijakan dan
pembaharuan pendidikan yang dilaksanakan hanya menguntungkan bagi 10% siswa
terpandai.
Temuan-temuan
penelitian otak (brain research) mutakhir seperti yang diungkapkan oleh Goleman
dalam buku ’Emotion Intelfigence’, memberikan kemungkinan
dikembangkannya kebijakan yang dapat meningkatkan keberhasilan pendidikan 90%
siswa yang memiliki intelegensi biasa-biasa atau malah relatif lemah. Artinya,
sangat dimungkinkan kemampuan EQ dikembangkan, sehingga meski IQ tidak terlalu
tinggi siswa akan berhasil dalam pendidikannya. Apakah emosi itu? Emosi menurut
Goleman, adalah "suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan
biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Ada
ratusan emosi, bersama dengan campuran, variasi, mutasi dan nuansanya."
EQ, merupakan kemampuan untuk mengendalikan, mengorganisir dan memperguna kan
emosi ke arah kegiatan yang mendatangkan hasil optimal. Dengan emosi yang dikendalikan akan merupa
kan dasar bagi otak untuk dapat berfungsi dengan baik.
Penjabaran emosi seringkali muncul
dalam berbagai bentuk. Antara lain, marah, ketakutan, perasaan senang, cinta,
kesedihan, kenikmatan, keter- kejutan, kejengkelan, dan malu. Emosi tersebut
tidak statis tetapi berkembang sejalan dengan perkembangan usia seseorang.
Semakin dewasa emosi yang dimiliki akan semakin matang. Namun, kedewasaan emosi
juga bisa berkembang sebagai hasil interaksi dengan lingkungan, baik interaksi
tersebut disengaja oleh fihak lain ataupun tidak. Dengan demikian, guru bisa
berperan sebagai faktor lingkungan. Secara sadar ataupun tidak, baik
direncanakan ataupun tidak perilaku mengajar guru di kelas mempengaruhi
perkembangan emosi siswa. Oleh karena itu, pemahaman baru tentang kerja otak
mengajarkan pada kita yang bergerak di dunia pendidikan, bahwa selain melakukan
transfer ilmu pengetahuan dan teknologi yang meningkatkan kemampuan otak siswa,
para pendidik, khususnya guru harus pula memiliki program aksi untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam mengendalikan emosi. Keberhasilan guru
mengembang kan kemampuan siswa mengendalikan emosi akan menghasilkan perilaku
siswa yang baik. Jadi, terdapat dua keuntungan kalau sekolah berhasil
mengembangkan kemampuan siswa dalam mengendalikan emosi. Pertama, emosi yang
terkendali akan memberikan dasar bagi otak untuk dapat berfungsi secara optimal.
Kedua, emosi yang terkendali akan menghasilkan perilaku yang baik.
Namun,
perkembangan emosi siswa banyak dipengaruhi dengan proses yang terjadi di luar
sekolah, terutama di lingkungan keluarga. Oleh karena itu, dalam upaya sekolah
mengembangkan kemampuan siswa mengendalikan emosi, guru harus senantiasa
melakukan komunikasi dengan orang tua siswa. Tidak jarang, siswa tidak memiliki
rasa memiliki keluarga, artinya, mereka ini tidak merasa aman dan nikmat di
lingkungan keluarga. Dalam kasus ini peran sekolah yang penting.Upaya sekolah
mengembangkan kemampuan siswa mengendalikan emosi didasarkan pada tiga hal:
1. Sekolah harus mampu
menciptakan rasa aman bagi para siswa:
-
Atmosfir kelas yang demokratis
-
Guru memahami kondisi siswa.
2.
Sekolah harus mampu menciptakan self-efficcy
pada diri siswa, yakni rasa bahwa ia memiliki kemampuan untuk melaksanakan
tugas-tugas sekolah. Langkah yang dapat dilakukan, antara lain:
-
Guru harus menghindari dari menyalahkan siswa. Untuk
mengatakan bahwa siswa salah harus diusahakan sedemikian rupa sehingga tidak
membikin siswa malu.
-
Guru menghindarkan diri dari perilaku mengejek siswa yang
dapat merendahkan mental yang bersangkutan.
-
Guru lebih banyak mempersilakan siswa secara sukarela
(voluntir) menjawab pertanyaan atau soal. Kalau menunjuk siswa, guru perlu
menghindarkan diri dari menyuruh siswa untuk menjawab pertanyaan atau soal,
yang guru sendiri sudah memiliki pandangan bahwa siswa tersebut tidak akan bisa
menjawab.
-
Sekolah harus memberikan kesempatan bagi siswa untuk
mengekspresikan emosinya dari pada membendung dan menumpas emosi siswa. Olah
raga dan kegiatan kesenian merupakan saluran yang paling baik untuk menyalurkan
emosi siswa.
-
Guru harus bersedia dikritik oleh siswa tanpa menunjukkan
rasa marah atau jengkel. Siswa akan memiliki kemampuan untuk mengendalikan
emosi apabila para guru terlebih dahulu memiliki hal yang sama.
Pergeseran struktur
tenaga kerja, memiliki implikasi dalam perspektif jangka pendek, antara lain
sebagai berikut:
-
Sekolah dan Guru harus mulai memperbanyak tugas-tugas
yang harus dikerjakan secara kelompok, dengan tujuan meningkatkan kemampuan
siswa bekerjasama dalam kelompok.
-
Sekolah dan guru harus senantiasa mengembangkan kaitan
antara apa yang dipelajari di sekolah dan kehidupan riil di masyarakat.
-
Siswa dibiasak
-
an dan dilatih untuk mencermati apa yang terjadi di
lingkungannya, serta menyusun laporan sebagai hasil pengamatan tersebut.
-
Semenjak dini siswa sudah dibiasakan dengan tugas-tugas
yang memiliki dampak positif bagi masyarakat nya. Misal, kerja bakti, siswa
mengajar anak yang lebih muda.
3. Sekolah harus dapat membantu siswa dalam menyalurkan emosi lewat
kegiatan yang positif dan konstruktif
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
For yout correction, write your comment in here. Thank you.
(Tulislah komentar anda di sini untuk perbaikan. Terima kasih)