DI JUAL Kios Lantai 3 Blok H-9 No. 3-5 Pusat Grosir Surabaya. Harga Rp. 1.100.000.000,- danLantai 3 Blok G-9 No. 5-9 Pusat Grosir Surabaya. Harga Rp. 1.200.000.000,- Hubungi Ully 082131460201.

PERSIAPKAN KURIKULUM ABAD XXI: Prof. Sukiyat






Pendidikan merupakan suatu proses yang sangat kompleks dan berjangka panjang, di mana berbagai aspek yang tercakup dalam proses saling erat berkaitan satu sama lain dan bermuara pada terwujudnya manusia yang memiliki nilai hidup, pengetahuan hidup dan keterampilan hidup. Prosesnya bersifat kompleks dikarenakan interaksi di antara berbagai aspek tersebut, seperti guru, bahan ajar, fasilitas, kondisi siswa, kondisi lingkungan, metode mengajar yang digunakan, tidak selamanya memiliki sifat dan bentuk yang konsisten yang dapat dikendalikan. Hal ini mengakibatkan penjelasan terhadap fenomena pendidikan bisa berbeda-beda baik karena waktu, tempat maupun subjek yang terlibat dalam proses. Dalam proses pendidikan tersebut diatas, kurikulum menempati posisi yang menentukan. lbarat tubuh, kurikulum merupakan jantungnya pendidikan. Kurikulum merupakan seperangkat rancangan nilai, pengetahuan, dan keterampilan yang harus ditransfer kepada peserta didik dan bagaimana proses transfer tersebut harus dilaksanakan.
            Disebut berdimensi jangka panjang karena proses-pendidikan adalah mempersiapkan manusia untuk dapat hidup layak di masa depan, suatu masa yang tidak mesti sama bahkan cenderung berbeda dengan masa kini. Berkaitan dengan kurikulum, dimensi jangka panjang ini memberikan pemahaman bahwa suatu kurikulum harus merupakan jembatan bagi peserta didik untuk dapat mengantarkan dari kehidupan masa kini ke kehidupan masa depan. Peserta didik yang  berada di bangku sekolah dewasa ini dipersiapkan untuk dapat hidup secara layak dan bermanfaat baik bagi diri, keluarga dan masyarakatnya pada abad XXI. Oleh karena itu, muncul pertanyaan bagaimana sosok kurikulum pendidikan untuk abad XXI ?


Pendidikan merupakan suatu proses yang sangat kompleks dan berjangka panjang, di mana berbagai aspek yang tercakup dalam proses saling erat berkaitan satu sama lain dan bermuara pada terwujudnya manusia yang memiliki nilai hidup, pengetahuan hidup dan keterampilan hidup. Prosesnya bersifat kompleks dikarenakan interaksi di antara berbagai aspek tersebut, seperti guru, bahan ajar, fasilitas, kondisi siswa, kondisi lingkungan, metode mengajar yang digunakan, tidak selamanya memiliki sifat dan bentuk yang konsisten yang dapat dikendalikan. Hal ini mengakibatkan penjelasan terhadap fenomena pendidikan bisa berbeda-beda baik karena waktu, tempat maupun subjek yang terlibat dalam proses. Dalam proses pendidikan tersebut diatas, kurikulum menempati posisi yang menentukan. lbarat tubuh, kurikulum merupakan jantungnya pendidikan. Kurikulum merupakan seperangkat rancangan nilai, pengetahuan, dan keterampilan yang harus ditransfer kepada peserta didik dan bagaimana proses transfer tersebut harus dilaksanakan.
            Disebut berdimensi jangka panjang karena proses-pendidikan adalah mempersiapkan manusia untuk dapat hidup layak di masa depan, suatu masa yang tidak mesti sama bahkan cenderung berbeda dengan masa kini. Berkaitan dengan kurikulum, dimensi jangka panjang ini memberikan pemahaman bahwa suatu kurikulum harus merupakan jembatan bagi peserta didik untuk dapat mengantarkan dari kehidupan masa kini ke kehidupan masa depan. Peserta didik yang  berada di bangku sekolah dewasa ini dipersiapkan untuk dapat hidup secara layak dan bermanfaat baik bagi diri, keluarga dan masyarakatnya pada abad XXI. Oleh karena itu, muncul pertanyaan bagaimana sosok kurikulum pendidikan untuk abad XXI ?
 

Brain researchs
 
Suatu kurikulum pendidikan ditentukan oleh dua faktor dasar, yakni, faktor internal yang berupa pemahaman atas bagaimana sistem kerja otak, dan, faktor eksternal yang berupa kualifikasi dan kemampuan yang dibutuhkan oleh dunia kerja.  Pemahaman terhadap proses pendidikan dewasa ini didasarkan pada asumsi bahwa intelegensi merupakan ciri bawaan (heredity) yang bersifat statis. Asumsi ini didukung oleh hasil brain research kala itu sebagaimana dilaporkan oleh Eral Hunt (1995) yang antara lain menunjukkan bahwa: a) sistem kerja otak statis, b) penyebaran intelegensi sebagai kurva normal berbentuk be// shape, c) terdapat kemungkinan untuk menentukan secara spesifik berapa besar intelegensi yang diperlukan untuk mempelajari konsep dan skill  tertentu di sekolah dan menguasai fungsi-fungsi vokasional yang diperlukan dalam kehidupan, d) tes standarisasi dapat dipergunakan untuk mengukur intelegensi seseorang dan memprediksi kemampuan yang akan dapat dicapai, dan, e) intelegensi terdiri dari kemampuan numeric dan fingual.
            Implikasi dari hasil brain research ini adalah bahwa seseorang dalam belajar bersifat pasif, hanya mampu mempelajari sesuatu informasi secara bertahap poin demi poin, dalam praktek pendidikan siswa dijadikan objek yang bersifat pasif dalam menerima transmisi pengetahuan dari sumbernya, dan pemahaman komprehensif adalah strukturisasi pengetahuan dan terjadi lewat hapalan dari serpihan-serpihan informasi, serta proses pemahaman harus dikendalikan dari luar berupa sederetan aktivitas yang dilakukan oleh pengajar. Pendidikan merupakan proses penyampaian informasi tersebut dan menariknya kembali lewat tes-tes yang difokuskan pada komponen intelegensi yang statis dan penguasaan pengetahuan. Operasionalisasi dari ide ini adalah munculnya beberapa konsep dalam kurikulum, seperti a) pokok bahasan, b) sub-pokok bahasan, c) mata pelajaran requirement, d) mata pelajaran pokok, e) mata pelajaran pendukung, f) pengayaan, g) remedial, dan lain-lainnya.
            Penelitian mutakhir sistem kerja otak sebagaimana diuraikan oleh Caineand Caine (1991) dalam bukunya Making connection: Teaching and human brain, menunjukkan bukti yang berbeda. Intelegensi ternyata bersifat dinamis dan dapat berkembang. Lebih daripada itu, intelegensi tidak hanya berkaitan dengan aspek cognitive semata, tetapi berkaitan pula dengan emosi, sehingga disebut dengan Emotion Intellegence yang disingkat EQ (sebagai pelengkap IQ). Bukti-bukti menunjukan bahwa dalam keberhasilan pendidikan seseorang peranan IQ hanya sekitar 20 %. Sisanya 80 % sebagian besar ditentukan oleh EQ dan faktor kedewasaan sosial. EQ adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan aspek-aspek psikologis dalam diri sendiri yang mencakup a) amarah, b) kesedihan, c) rasa takut, d) kenikmatan, e) cin+a, f) terkejut, g) jengkel, dan, h) malu. Kemampuan mengendalikan aspek psikologis diperlukan agar EQ ini bisa bekerja secara harmonis dengan IQ. Singkat kata, kalau EQ baik otak akan dapat bekerja dengan baik pula.
            Emosi akan memberikan respon terhadap stimulus yang diterima secara sangat cepat, begitu cepatnya sehingga otak belum sempat bereaksi. Ketidakmampuan mengendalikan aspek-aspek psikologis tersebut (atau EQ di atas) menyebabkan perilaku seseorang tidak didasarkan oleh otak tetapi oleh emosi. Oleh karenanya, kemampuan mengendalikan aspek psikologis atau EQ ini perlu dilatih dan dikembangkan untuk menghasilkan respon-respon yang baik dan tepat.
            Hasil-hasil penelitian sistem kerja otak mutakhir tersebut juga menunjukkan bahwa: 
1.    Pemahaman adalah merupakan hasil interaksi siswa dengan informasi dalam situasi spesifik.
2.    Keahlian memerlukan pengalaman yang banyak dan analitik.
3.    Ingatan dan penggunaan apa yang diingat tersebut membutuhkan proses informasi yang mendalam yang ditentukan oleh kebermaknaan informasi tersebut.
4.    Intelegensi tidak hanya memiliki aspek cognitive (berwajah cognitive atau didominasi oleh aspek cognitive) tetapi memiliki multi aspek  (banyak wajah). Howard Gardner, ahli psikologi Cognitive dari Harvard University, telah mengembangkan teori multiple abilities, talents, and skills. Teori lama yang hanya menekankan pendidikan pada dua kemampuan: verbal-linguistics dan logical-mathematical, sudah ketinggalan zaman. Terdapat berbagai kemampuan atau bakat yang dapat memperkaya dan memajukan kehidupan dalam merespon lingkungan secara efektif. Berbagai kemampuan tersebut antara lain:
a.    Kapasitas untuk memahami ruang dan bidang yang dapat dipergunakan untuk memahami berbagai keberadaan geografis, navigasi atau untuk mengembangkan persepsi seseorang. Dalam tingkat yang sederhana, adalah kemampuan untuk memahami berbagai bentuk-bentuk yang berkaitan.
b.    Bodily-kinesthetic ability untuk mengontrol gerakan dan perilaku tubuh seseorang dan menangani objek secara profesional.
c.     Musical-rhytmatical  ability  untuk  menghasilkan  atau mengapresiasi ritme, nada dan berbgai bentuk ekspresi musik.
d.    Interpersonal capacity untuk menanggapi secara tepat temperamen, moods, motivasi keinginan fihak lain.
e.     Intrapersonal knowledge dari perasaannya, kekuatan, kelemahan, keinginan serta kemampuan diri sendiri untuk mengambil kesimpulan sebagai petunjuk perilakunya sendiri.
f.      Logical-mathematical  ability  untuk  menjabarkan  sesuatu secara logis atau pola pengelompokan numerik, dan menangani hubungan panjang yang saling berkaitan.
g.     Verbal-Linguistics sensitivity atas suara, irama, makna kata dan sensitif terhadap berbagai fungsi bahasa.
 
Brain research memastikan bahwa pengalaman konkret, kompleks dan beraneka warna sangat esensial bagi proses belajar mengajar. Siswa perlu memahami secara baik pola-pola yang lebih besar sebab bagian-bagian senantiasa tertempel pada keutuhan, fakta senantiasa berada pada konteks yang beraneka warna, dan satu subjek pasti terkait dengan banyak isu dan subjek lain. Apa yang harus dikuasai oleh siswa adalah pemahaman yang bermakna. Otak diciptakan sebagai suatu pola detektor yang bekerja secara dinamis, dan memahami suatu subjek sebagai hasil dari pemahaman hubungan dari berbagai faktor.
            Hal di atas tidak berarti bahwa teori dan sesuatu yang abstrak tidak perlu dipelajari, melainkan sebaliknya, dalam dunia yang berubah dengan cepat, semakin banyak teori, konsep, dan pemahaman dimiliki oleh seseorang, semakin besar kemampuan orang tersebut untuk mentransfer dan menjual skill yang dimiliki.
 

Pergeseran Struktur Tenaga Kerja
 
Bagaimana dampak pergeseran struktur tenaga kerja terhadap pendidikan? Dunia kerja tetap saja harus menyediakan jutaan dollar untuk pelatihan, terutama untuk pelatihan dalam rangka meningkatkan high-level-cognitive dan technical skill yang diperlukan pada era industri informasi ini. Apa maknanya bagi dunia pendidikan? Dunia pendidikan harus berani mengevaluasi untuk menentukan seberapa besar materi yang ada sekarang ini yang perlu diberikan kepada peserta didik. Sekolah perlu mengurangi materi yang sekarang ini dan menambah materi-materi baru yang diperlukan oleh dunia industri di masa mendatang. Oleh karena itu, membangun jembatan antara sekolah dan dunia kerja harus merupakan program dari sekolah.
            Pada abad XX dunia kerja ditandai dengan produksi massal dan terstandarisasi untuk menurunkan ongkos produksi. Proses produksi semacam ini bersifat mekanistis yang memerlukan tenaga kerja khusus namun kontrol tenaga kerja terbatas, sistem quality control jelas, dan proses produksi harus dijauhkan dari kemalasan tenaga kerja. Namun proses produksi pada abad XXI berubah. Pasar dewasa ini bersifat fleksibel, harus dapat segera menanggapi perubahan, dan kerjasama .dalam menyusun ongkos merupakan kunci utama untuk dapat menang dalam persaingan. Oleh karena itu, organisasi dunia industri memerlukan a) integrasi dari semua bagian dari proses produksi seperti bagian perencanaan, mesin, pemasaran, proses produksi, dll., b) herarkis struktur organisasi yang mendatar, c) desentralisasi tanggung jawab, dan, d) lebih banyak melibatkan karyawan dalam pengambilan keputusan di segala jenjang. Sistem ini akan lebih responsif terhadap tuntutan dan kebutuhan perubahan, fleksibel, dan lebih memungkinkan untuk melaksanakan pembaharuan yang berlangsung secara terus menerus. Narnun, sistem ini memerlukan tenga kerja yang memiliki skiil yang berbeda-beda dan skiil yang lebih tinggi serta lebih terdidik. Persoalan yang muncul adalah: 1) Berapa besar konsekuensi dari perubahan tersebut? 2) Seberapa besar cakupan perubahan pada berbagai perusahaan pada dunia industri. 3) Sebarapa jauh perubahan tersebut akan terjadi secara permanen?
            Pada masa awal perubahan, tetap saja lebih banyak pekerjaan yang memerlukan tenaga kerja dengan skill yang rendah, seperti dalam usaha rumah makan, warung kebutuhan sehari-hari dan kerja administrasi kantor, dan tipe pekerjaan tersebut akan merupakan pilihan utama bagi pencari kerja untuk pertama kali. Namun dalam perkembangannya tahap demi tahap dunia kerja harus direstrukturisasi sehingga merupakan pekerjaan yang memerlukan kemampuan pekerja yang lebih tinggi. Pendidikan tidak hanya mempersiapkan peserta didik untuk mampu bekerja pada satu jenis bidang yang relevan. Melainkan, pendidikan harus dapat mempersiapkan peserta didik untuk mampu memasuki berbagai bidang kerja. Sekolah Menengah Umum, di samping harus mampu mempersiapkan lulusan untuk memasuki dunia pendidikan tinggi, harus pula mampu mempersiapkan lulusan untuk siap memasuki pelatihan dari dunia kerja untuk memasuki berbagai bidang.
            Namun, dibalik itu kita harus mencatat temuan hasil suatu penelitian. Dalam research cognitive, antropologi dan otak, sebagaimana dilaporkan oleh Raizen (1989) dalam Reforming education at work: A Cognitive science perspective, menunjukkan bahwa seseorang belajar secara berbeda lewat pengalaman dalam kehidupan dibandingkan pengalaman dari sekolah formal. Namun, meski hasil-hasil penelitian tersebut meyakinkan, apa yang terdapat dalam proses pendidikan formal tetap saja tidak pernah memperhitungkan atau mengabaikan pengalaman yang terjadi di luar sekolah. Hasilnya terdapat kesenjangan antara pengalaman di sekolah dan apa yang ada di masyarakat, antara lain sebagai berikut: 
1.    Sekolah  menekankan  pada individual performance, sebaliknya apa yang terjadi di luar sekolah senantiasa menekankan socially shared performance.
2.    Sekolah menekankan pada pemikiran yang tidak memerlukan alat bantu, sebaliknya dunia kerja senantiasa memerlukan alat bantu.
3.    Sekolah senantiasa menekankan pada simbol-simbol yang terpisah dari objek, sebaliknya kehidupan dunia kerja menekankan pada upaya riil dalam menangani objek.
4.    Sekolah bertujuan untuk menyerap pengetahuan dan skill secara urnum, sebaliknya dunia kerja memfokuskan pada pengetahuan dan skill yang relevan dengan situasi tertentu.


Implikasi Pendidikan Jangka Panjang
 
Hasil Brain research dan pergeseran struktur tenaga kerja tersebut di atas mengajarkan pada kita hal-hal sebagai berikut:
Pertama, pada diri siswa perlu dikembangkan kemampuan dasar, meliputi: a) basic skills, b) thinking skill, dan, c) personal skill. Basic skill antara lain membaca dan menginterpretasikan informasi, menulis dan mengembangkan informasi, matematik dan berhitung, mendengarkan, dan berbicara. Thinking skill terdiri dari: kreativitas, pengambilan keputusan, problem solving, visualizing, knowing hot to learn, dan, reasoning. Personal skill meliputi: kemampuan mengendalikan diri, tanggung jawab, self-esteem, sociability, self-management, dan integritas-kejujuran.
Kedua, kemampuan mengembangkan di tempat kerja, mencakup: a) kemampun untuk mengidentifikasi, mengorganisasi, merencanakan dan mengalokasi sumber-sumber, b) bekerjasama dengan orang lain (interpersonal skill), c) menguasai dan memanfaatkan informasi, d) memahami hubungan sosial, organisasi, dan teknologi yang kompleks (sistem) dan dapat bekerja sesuai dengan sistem serta menyempurnakan sistem yang ada, dan, e) bekerja dengan berbagai teknologi, termasuk pemilihan, aplikasi, perawatan dan memecahkan problem.
            Ketiga, sistem pengelolaan penyampaian bahan pelajaran bercirikan sebagai berikut: a) penyajian materi bersifat tematik yang merupakan kombinasi beberapa pokok bahasan yang bersifat lintas bidang, b) pengajar merupakan team teaching bukan lagi individual, c) model cooperatiye learning sebagai pengganti individual learning, dan, d) outcome aspek afektif lebih jelas.
            Lebih khusus, hasil-hasil penelitian sistem kerja otak dan pergeseran struktur tenaga kerja dalam jangka panjang memiliki implikasi terhadap proses belajar mengajar, sebagai berikut :

Perbedaan Proses Pembelajaran Model Lama
Dan Model Baru





No
Aspek
Pemahaman Sistem Kerja Otak dan Struktur Kerja Lama
Pemahaman Sistem Kerja Otak dan Struktur Kerja Baru
1.
Penyajian Materi
Tersusun dalam pokok bahasan dan sub pokok bahasan
Tersusun dalam problem, tema dan terintegrasi
2.

Outcome

Aspek kognitif sangat menonjol, aspek afektif lemah

 

3.
Guru
Individual

Team Teaching

4.
Prosedur
Relatif rigid
Relatif fleksibel
5.
Sasaran
Pemahaman konsep
Pemahaman konsep, hubungan dan keterkaitan
6.
Pinsip-model Learning

Individual learning

Cooperative learning

7.
Sasaran evaluasi
Individu
Individu dan kelompok
8.
Pola belajar
Potongan demi potongan menjadi gambar
Kerangka untuk ditempel gambar



Implikasi Dalam Pendidikan Jangka Pendek
 
Berbagi kebijakan dan inovasi pendidikan dewasa ini, sadar atau tidak, lebih banyak ditujukan sebagai konsumsi para siswa yang memiliki IQ relatif tinggi. Sebut saja sebagai contoh pembaharuan kurikulum dan diperkenalkannya matematika modern lebih menguntung kan mereka para siswa yang memiliki otak relatif encer. Ditambah lagi dengan sistem pengajaran yang bersifat klasikal tanpa membedakan perbedaan individu menyebabkan anak yang berotak encer akan semakin pandai, sebaliknya anak yang berotak relatif bebal akan tetap ketinggalan. Sedangkan, fakta menunjukkan siswa yang memiliki otak relatif encer paling tinggi hanya sekitar 10%. Dengan kata lain, kebijakan dan pembaharuan pendidikan yang dilaksanakan hanya menguntungkan bagi 10% siswa terpandai.
            Temuan-temuan penelitian otak (brain research) mutakhir seperti yang diungkapkan oleh Goleman dalam buku ’Emotion Intelfigence’, memberikan kemungkinan dikembangkannya kebijakan yang dapat meningkatkan keberhasilan pendidikan 90% siswa yang memiliki intelegensi biasa-biasa atau malah relatif lemah. Artinya, sangat dimungkinkan kemampuan EQ dikembangkan, sehingga meski IQ tidak terlalu tinggi siswa akan berhasil dalam pendidikannya. Apakah emosi itu? Emosi menurut Goleman, adalah "suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, dan serangkaian kecenderungan untuk bertindak. Ada ratusan emosi, bersama dengan campuran, variasi, mutasi dan nuansanya." EQ, merupakan kemampuan untuk mengendalikan, mengorganisir dan memperguna kan emosi ke arah kegiatan yang mendatangkan hasil optimal.  Dengan emosi yang dikendalikan akan merupa kan dasar bagi otak untuk dapat berfungsi dengan baik.
            Penjabaran emosi seringkali muncul dalam berbagai bentuk. Antara lain, marah, ketakutan, perasaan senang, cinta, kesedihan, kenikmatan, keter- kejutan, kejengkelan, dan malu. Emosi tersebut tidak statis tetapi berkembang sejalan dengan perkembangan usia seseorang. Semakin dewasa emosi yang dimiliki akan semakin matang. Namun, kedewasaan emosi juga bisa berkembang sebagai hasil interaksi dengan lingkungan, baik interaksi tersebut disengaja oleh fihak lain ataupun tidak. Dengan demikian, guru bisa berperan sebagai faktor lingkungan. Secara sadar ataupun tidak, baik direncanakan ataupun tidak perilaku mengajar guru di kelas mempengaruhi perkembangan emosi siswa. Oleh karena itu, pemahaman baru tentang kerja otak mengajarkan pada kita yang bergerak di dunia pendidikan, bahwa selain melakukan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi yang meningkatkan kemampuan otak siswa, para pendidik, khususnya guru harus pula memiliki program aksi untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam mengendalikan emosi. Keberhasilan guru mengembang kan kemampuan siswa mengendalikan emosi akan menghasilkan perilaku siswa yang baik. Jadi, terdapat dua keuntungan kalau sekolah berhasil mengembangkan kemampuan siswa dalam mengendalikan emosi. Pertama, emosi yang terkendali akan memberikan dasar bagi otak untuk dapat berfungsi secara optimal. Kedua, emosi yang terkendali akan menghasilkan perilaku yang baik.
            Namun, perkembangan emosi siswa banyak dipengaruhi dengan proses yang terjadi di luar sekolah, terutama di lingkungan keluarga. Oleh karena itu, dalam upaya sekolah mengembangkan kemampuan siswa mengendalikan emosi, guru harus senantiasa melakukan komunikasi dengan orang tua siswa. Tidak jarang, siswa tidak memiliki rasa memiliki keluarga, artinya, mereka ini tidak merasa aman dan nikmat di lingkungan keluarga. Dalam kasus ini peran sekolah yang penting.Upaya sekolah mengembangkan kemampuan siswa mengendalikan emosi didasarkan pada tiga hal:
1.    Sekolah harus mampu menciptakan rasa aman bagi para siswa:
-          Atmosfir kelas yang demokratis
-          Guru memahami kondisi siswa.
2.    Sekolah harus mampu menciptakan self-efficcy pada diri siswa, yakni rasa bahwa ia memiliki kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas sekolah. Langkah yang dapat dilakukan, antara lain: 
-          Guru harus menghindari dari menyalahkan siswa. Untuk mengatakan bahwa siswa salah harus diusahakan sedemikian rupa sehingga tidak membikin siswa malu.
-          Guru menghindarkan diri dari perilaku mengejek siswa yang dapat merendahkan mental yang bersangkutan.
-          Guru lebih banyak mempersilakan siswa secara sukarela (voluntir) menjawab pertanyaan atau soal. Kalau menunjuk siswa, guru perlu menghindarkan diri dari menyuruh siswa untuk menjawab pertanyaan atau soal, yang guru sendiri sudah memiliki pandangan bahwa siswa tersebut tidak akan bisa menjawab.
-          Sekolah harus memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengekspresikan emosinya dari pada membendung dan menumpas emosi siswa. Olah raga dan kegiatan kesenian merupakan saluran yang paling baik untuk menyalurkan emosi siswa.
-          Guru harus bersedia dikritik oleh siswa tanpa menunjukkan rasa marah atau jengkel. Siswa akan memiliki kemampuan untuk mengendalikan emosi apabila para guru terlebih dahulu memiliki hal yang sama.
Pergeseran struktur tenaga kerja, memiliki implikasi dalam perspektif jangka pendek, antara lain sebagai berikut: 
-          Sekolah dan Guru harus mulai memperbanyak tugas-tugas yang harus dikerjakan secara kelompok, dengan tujuan meningkatkan kemampuan siswa bekerjasama dalam kelompok.
-          Sekolah dan guru harus senantiasa mengembangkan kaitan antara apa yang dipelajari di sekolah dan kehidupan riil di masyarakat.
-          Siswa dibiasak
-          an dan dilatih untuk mencermati apa yang terjadi di lingkungannya, serta menyusun laporan sebagai hasil pengamatan tersebut.
-          Semenjak dini siswa sudah dibiasakan dengan tugas-tugas yang memiliki dampak positif bagi masyarakat nya. Misal, kerja bakti, siswa mengajar anak yang lebih muda.
3.    Sekolah harus dapat membantu siswa dalam menyalurkan emosi lewat kegiatan yang positif dan konstruktif

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

For yout correction, write your comment in here. Thank you.
(Tulislah komentar anda di sini untuk perbaikan. Terima kasih)

DAPATKAN EBOOK DENGAN GRATIS DI www.teleshoping.com